KATA
PENGANTAR
OM
SWASTYASTU,
Puji syukur saya
panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Karen atas segala berkat dan rahmat-Nya,
sehingga saya dapat menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul “Wawasan
Nusantara : Tentang Pawai Ogoh-Ogoh”. Saya pun berterima kasih kepada guru
pembimbing yang telah memberikan materi ini dan segala pihak yang telah
membantu dalam pembuatan makalah ini.
Saya
berharap makalah ini dapat digunakan sebagai media pembelajaran dan dapat
menambah pengetahuan juga pengalaman bagi para pembaca. Saya tahu masih banyak kekurangan
dalam makalah ini, oleh karena itu, saya meminta maaf apabila masih banyak
kekurangan dalam makalah ini dikarenakan keterbatasan dan kemampuan yang saya
miliki.
SEKIAN, TERIMA KASIH
OM SANTHI, SANTHI, SANTHI OM
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah............................................................................. 1
1.2 Rumusan
Masalah....................................................................................... 2
1.3 Tujuan......................................................................................................... 2
1.4 Manfaat....................................................................................................... 3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Ogoh-Ogoh............................................................................... 4
2.2 Sejarah
Ogoh-Ogoh.................................................................................... 4
2.3 Makna dan
Tujuan Pawai Ogoh-Ogoh....................................................... 6
2.4 Proses Pawai
Ogoh-Ogoh........................................................................... 6
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................. 9
3.2 Saran........................................................................................................... 9
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah
Wawasan
nusantara merupakan salah satu hal penting yang dapat memperkuat persatuan
bangsa. Secara etimologis, kata wawasan nusantara berasal dari bahasa Jawa,
yaitu wawas, nusa, dan antara. Wawas berarti pandangan, tinjauan, penglihatan
indrawi. Nusa berarti pulau atau kesatuan kepulauan dan antara berarti dua
benua dan dua samudera. Wawasan nusantara merupakan cara pandang bangsa
Indonesia terhadap kesatuan kepulauan yang berada diantara dua benua dan dua
samudera. Wawasan nusantara dapat membantu menyelaraskan cara berpikir masyarakat
satu dengan masyarakat lainnya. Ada 2 konsep penerapan wawasan nusantara yang
dapat dilakukan, yaitu Trigatra dan Pancagatra. Trigatra merupakan aspek-aspek suatu
negara yang memang sudah melekat pada negara itu dan tidak pernah sama
spesifikasinya untuk setiap negara. Aspek-aspek Trigatra natara lain letak dan
bentuk geografis, keadaan dan kemampuan penduduk, dan keadaan dan kekayaan
alam. Sedangkan Pancagatra adalah aspek-aspek kehidupan nasional yang
menyangkut kehidupan dan pergaulan hidup manusia dalam bermasyarakat dan
bernegara. Aspek-aspek Pancagatra antara lain ideology, politik ekonomi, sosial
budaya, dan pertahanan keamanan. Sosial budaya merupakan salah satu aspek yang
banyak keanekaragamannya. Setiap wilayah di Indonesia pasti memiliki kehidupan
sosial budaya yang berbeda, salah satu contohnya adalag Pulau Bali.
Bali
merupakan salah satu wilayah kepulauan yang ada di Indonesia yang memiliki
banyak keunikan di dalamnya. Tidak hanya keindahan alamnya saja yang menarik
perhatian, namun Bali juga memiliki berebagai macam tradisi dan budaya yang
melimpah yang tersebar di berbagai daerah. Keunikan tradisi dan budaya yang ada
di Bali tidak akan bisa ditemukan di daerah-daerah lainnya. Tradisi dan budaya
yang ada di Bali merupakan warisan dari para leluhur yang harus terus dijaga
dan dilestarikan agar tidak punah terbawa arus globalisasi. Meskipun zaman
telah berkembang, namun tradisi, adat dan budaya yang ada di Bali tidak punah
dikarenakan kesadaran dari pemuda-pemudi Bali yang dengan sadar dan selalu
menjaga warisan leluhur mereka. Tradisi dan budaya yang ada di Bali tidak hanya
untuk hiburan semata, namun memiliki tujuan dan makna penting di dalamnya.
Salah satu contoh tradisi yang menarik minat masyarakat adalah Pawai Ogoh-Ogoh.
Seperti diketahui pawai
ogoh-ogoh di Bali digelar setiap tahun sekali, pawai ini hampir bisa ditemukan
di seluruh pelosok desa dan kota dalam rangkaian upacara Ngerupuk (Pengrupukan)
yang dilaksanakan sehari sebelum Hari Raya Nyepi. Pawai ogoh-ogoh tersebut
tentunya tidak asing lagi bagi penduduk lokal, tetapi akan cukup spesial bagi
wisatawan yang sedang liburan di Bali. Pawai ogoh-ogoh di Bali adalah sebuah
rangkaian perayaan Hari Raya Nyepi, memang sebelum menyambut kedatangan tahun
baru Isaka yang dirayakan dengan Catur Berata Penyepian ada beberapa rangkaian
upacara atau ritual keagamaan yang dilaksanakan oleh umat Hindu, seperti 3-4
hari sebelum Nyepi digelar upacara Melasti di Bali, dengan tujuan menghilangkan
segala penderitaan manusia, menghanyutkan segala kotoran alam dan mengambil
sari-sari kehidupan, kemudian sehari menjelang Hari Raya Nyepi dikenal dengan
Hari Raya Ngerupuk atau Pengrupukan, memberikan sesajen kepada Bhuta Kala
kemudian mengusirnya untuk kembali ke tempatnya masing-masing yang disimbolkan
dalam bentuk ogoh-ogoh kemudian di arak keliling desa.
Dari latar belakang
diatas maka munculah ide untuk membahas lebih dalam mengenai salah satu tradisi
di Bali tersebut yaitu pawai ogoh-ogoh yang hanya dilakukan setahun sekali
saja.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apakah yang dimaksud dengan ogoh-ogoh ?
2.
Bagaimanakan sejarah adanya ogoh-ogoh di
Bali ?
3.
Apa makna dan tujuan dari pawai
ogoh-ogoh ?
4.
Bagaimana pelaksanaan pawai ogoh-ogoh ?
1.3
Tujuan
Tujuan
dari dibuatnya makalah ini, antara lain :
1.
Mengenal lebih jauh tentang ogoh-ogoh.
2.
Mengetahui makna, tujuan dan sejarah
dari pawai ogoh-ogoh di Bali.
3.
Mengetahui tradisi yang ada di Bali
dengan lebih mendalam.
1.4
Manfaat
Manfaat
dibuatnya makalah ini adalah :
1.
Memberikan pengetahuan kepada pembaca
tentang pawai ogoh-ogoh.
2.
Menambah wawasan penulis tentang tradisi
di Bali.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Ogoh-Ogoh
Ogoh-ogoh biasanya
dibuat berukuran besar atau tubuh raksasa tampil menyeramkan, bahkan bisa
berwujud manusia yang mewakili mental kotor atau buruk, wujud binatang dan
penghuni neraka, semua dibuat dengan kreasi seni biasanya oleh para pemuda dan
anak-anak dalam sebuah desa ataupun banjar yang tergabung dalam Sekee
Teruna-Teruni (organisasi pemuda-pemudi di Bali).
Ogoh-ogoh sendiri
sebagai simbol wujud Bhuta Kala yang menyeramkan atau sifat yang menggambarkan
bhuta kala seperti wujud seorang koruptor, teroris dan penjahat. Bahan
pembuatan ogoh-ogoh tersebut dari anyaman bambu, kemudian dilapisi dengan
kertas-kertas bekas seperti koran, kemudian diwarnai dan dilengkapi dengan
berbagai hiasan, proses pembuatannya sendiri bisa memakan waktu lama bisa
berminggu-minggu bahkan bulanan, sesuai tingkat kerumitan yang ditampilkan.
Seiring waktu patung
ogoh-ogoh tersebut dibuat dengan bahan dasar styrofoam, sehingga lebih mudah
untuk membentuknya dan bisa menghasilkan bidang lebih halus, namun dalam lomba
saat pawai ogoh-ogoh panitia biasanya memberi syarat khusus agar pembuatan
ogoh-ogoh tersebut agar menggunakan bahan ramah lingkungan sehingga bahan
styrofoam tidak diperbolehkan. Sebelum ogoh-ogoh tersebut diarak keliling
terlebih dahulu diadakan ritual khusus.
2.2
Sejarah Ogoh-Ogoh
Sejarah Ogoh-ogoh
terjadi pada zaman Dalem Balikang, saat itu ogoh-ogoh digunakan untuk upacara
pitra yadnya dan ada juga yang mengatakan tradisi ogoh-ogoh ini berawal dari
tradisi Ngusaba Ngong-Nging yang ada di desa Selat,Karangasem.Ada juga pendapat
lain yang menyatakan ogoh-ogoh ini muncul karena barong landung yang merupakan
wujud dari Raja Jaya Pangus dan Putri Kang Cing Wei (suami istri) yang memiliki
wajah buruk dan menyeramkan dan saat itu pula munculnya ogoh-ogoh.Informasi
lain mengatakan tradisi ogoh-ogoh ini ada di tahun 70-80an dan ada juga yang
mengatakan bahwa ogoh-ogoh terlahir karena adanya pengerajin patung yang merasa
jenuh untuk membuat patung yang terbuat dari bahan keras dan memilih membuat
patung yang terbuat dari bahan yang ringan.
Semakin majunya zaman
semakin maju juga tradisi ogoh-ogoh ini, Tradisi Ogoh-ogoh ini juga semakin
banyak yang meminati mulai dari turis dalam negeri maupun turis luar negeri
yang adatang ke Bali. Ogoh-Ogoh merupakan sebuah benda yang besar dan berbentuk
boneka raksasa.Ogoh-ogoh sendiri biasanya berbentuk Bhuta Kala atau roh-roh
yang jahat. Biasanya pembuatan ogoh-ogoh ini akan dilakukan minggu-minggu
sebelumnya atau bisa bulan-bulan sebelumnya karena bentuknya yang besar dan
memerlukan ketelitian yang sangat tinggi dalam pembuatan tokohnya dan pembuatan
ogoh-ogoh sendiri biasanya di buat oleh para pemuda di desa setempat.
Masyarakat Bali bisa menghabiskan dana hingga milyaran rupiah dan dana itu
dikeluarkan setiap tahunnya.
Terdapat banyak versi cerita
mengenai awal mula munculnya tradisi ogoh-ogoh ini. Pertama, ada yang
mengatakan bahwa awal mula tercetus ide membuat pawai ogoh-ogoh ini berkaitan
dengan ditetapkannya Hari Raya Nyepi sebagai hari raya nasional oleh Presiden
RI sekitar tahun 1983. Perayaan atas tersebut ditandai dengan dibuatnya
seonggok benda mirip patung yang kini dikenal dengan nama ogoh-ogoh.
Pembuatan ogoh-ogoh
pertama kali dilakukan di Br. Abiantubuh, Kesiman dengan pemrakarsanya, yaitu
Bapak I Made Jayadi. Ketika itu bentuknya masih sederhana, tubuhnya yang
terbuat dari ambu (daun muda dari pohon enau) ditambah dengan topeng seadanya.
Cerita lainnya
menyebutkan bahwa ogoh-ogoh dikenal sejak jaman Dalem Balingkang, dimana pada
saat itu ogoh-ogoh dipakai pada saat upacara Pitra Yadnya (upacara untuk
menghormati leluhur).
Lalu, ada pula yang
berpendapat bahwa ogoh-ogoh terinspirasi dari tradisi Ngusaba Ndong-Nding di
Desa Selat Karangasem. Lalu, informasi lain menyebutkan bahwa ogoh-ogoh muncul
sekitar tahun 70an.
2.3
Makna dan Tujuan Pawai Ogoh-Ogoh
Ogoh-ogoh merupakan
penggambaran hal-hal buruk yang ada di dalam diri manusia, yang diwujudkan dalam
berbagai wujud raksasa jahat. Sebab itulah, mengapa di akhir rangkaian acara
arak-arakan, Ogoh-ogoh akan dibakar, hal tersebut merupakan simbol upaya
manusia dalam melenyapkan sifat buruk yang ada di dalam diri. Sehingga dengan
dibakarnya Ogoh-ogoh yang menjadi gambaran sifat buruk manusia, diharapkan umat
Hindu dapat menjalankan ibadah Nyepi dengan keadaan yang seimbang.
Tujuan Ogoh-ogoh adalah
sebagai representasi Bhuta Kala, dibuat menjelang Hari Nyepi dan diarak
beramai-ramai keliling desa pada senja hari Pangrupukan, sehari sebelum Hari
Nyepi. Menurut para cendekiawan dan praktisi Hindu Dharma, proses ini
melambangkan keinsyafan manusia akan kekuatan alam semesta dan waktu yang maha
dashyat. Kekuatan tersebut meliputi kekuatan Bhuana Agung (alam raya) dan
Bhuana Alit (diri manusia). Dalam pandangan Tattwa (filsafat), kekuatan ini
dapat mengantarkan makhluk hidup, khususnya manusia dan seluruh dunia menuju
kebahagiaan atau kehancuran. Semua ini tergantung pada niat luhur manusia,
sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia dalam menjaga dirinya sendiri dan seisi
dunia.
2.4
Proses Pawai Ogoh-Ogoh
Dalam rangkaian
perayaan Hari Raya Nyepi yang terlebih dahulu dilaksanakan prosesi Melasti
(Melis), kemudian sehari sebelum Nyepi ini dikenal dengan Hari Ngerupuk
(Pengrupukan), pada hari inilah pawai ogoh-ogoh tersebut digelar, tepatnya pada
petang hari atau sekitar pukul 18.00 wita tergantung pada kebijakan desa
masing-masing. Pada saat hari tersebut digelar arak-arakan ataupun pawai
ogoh-ogoh yang beraneka macam rupa diiringi oleh gamelan baleganjur yang
membuat suasana semarak dan mengesankan. Selain untuk ritual juga sebagai
hiburan, di Bali momen ini biasanya sangat ditunggu oleh kaum muda untuk bisa
mengekspresikan jiwa seninya, serta para kaum dewasa, anak-anak dan bahkan
wisatawan antusias untuk menyaksikan momen tersebut. Suguhan budaya Bali ini
menjadi hiburan wisata juga bagi para pelancong.
Dilakukan dua tahapan
upacara pada saat hari Ngerupuk (Ngesanga) ini, yang pertama adalah Mecaru yang
merupakan persembahan beraneka sesajian dalam bentuk banten caru kepada bhuta
kala, mulai di rumah masing-masing,
banjar dan juga desa setempat, pada sebuah desa dan kota biasanya dilakukan
pada sebuah perempatan jalan utama. Tujuan dari Mecaru ini adalah untuk
memberikan persembahan kepada Sang Bhuta agar para Bhuta Kala tersebut tidak
mengganggu kegiatan manusia saat akan melaksanakan catur Brata Penyepian.
Kemudian setelah ritual Mecaru tersebut selesai, maka pada sore harinya barulah
dilakukan upacara Ngerupuk dibarengi pawai ogoh-ogoh.
Pada saat Ngerupuk
(pengrupukan) dilakukan penebaran nasi tawur serta membawa obor keliling desa
oleh para warga yang didominasi oleh para remaja, pada saat ini jugalah
arak-arakan Ogoh-ogoh tersebut digelar. Seperti yang sudah dijelaskan ogoh-ogoh
tersebut adalah simbol perwujuan bhuta kala, setelah diberikan persembahan
(makan) para bhuta kala diarak keliling agar kembali ke tempatnya, karena
setelah kenyang mendapatkan persembahan, bhuta kala diharapkan kembali ke
alamnya, sehingga dunia menjadi damai tidak dipengaruhi hal-hal negatif yang
biasanya dilakukan oleh Sang Bhuta. Setelah selesai prosesi pawai atau
arak-arakan ogoh-ogoh di Bali, boneka atau patung tersebut akan dibakar,
biasanya dilakukan di kuburan setempat, tetapi di beberapa tempat terkadang
sengaja dibiarkan beberapa hari, mungkin masih cukup sayang jika hasil
kreatifitas seninya untuk dibuang atau dibakar begitu saja.
Untuk menghindari
gesekan dalam pawai ogoh-ogoh di Bali, apalagi peserta arak-arakan didominasi
oleh para remaja yang memiliki tingkat emosional tinggi, pemerintah dan desa
setempat biasanya memberlakukan kebijakan dan aturan ketat, seperti rute-rute
yang sudah ditentukan, arak-arakan sesuai nomer urut dan juga menentukan titik
keramaian tempat ogoh-ogoh tersebut beratraksi serta melibatkan aparat polisi
dan juga pecalang (polisi adat), sehingga pawai ogoh-ogoh di Bali ini bisa melengkapi
ajang tahunan yang menjadi daya tarik warga, penduduk pendatang dan juga
wisatawan.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Indonesia
adalah negara kepulauan yang terdiri dari banyak suku bangsa, agama, adat
istiadat, dan bahasa. Salah satu tradisi yang ada di Indonesia pada umumnya dan
Bali pada khususnya adalah Pawai Ogoh-Ogoh yang dilaksanakan setiap setahun
sekali menjelang Hari Raya Nyepi di Bali.
Ogoh-ogoh
adalah sebuah patung raksasa yang menggambarkan sifat buruk dan jahat manusia
seperti Bhuta Kala. Ogoh-ogoh berkembang dari zaman ke zaman dan sampai saat
ini masih lestari di Bali karena masyarakat Bali sangat memegang teguh tradisi
dan adat istiadatnya.
3.2
Saran
Adapun
saran yang dapat saya berikan adalah :
1.
Sebagai negara kepulauan maka kita
sebagai warga negara Indonesia harus tetap bisa menjaga persatuan dan kesatuan
bangsa.
2.
Pemuda pemudi Indonesia harus tetap
menjaga dan melestarikan warisan budaya dan adat istiadat dari leluhur agar
tidak punah ditelan zaman.
No comments:
Post a Comment