Wednesday, June 19, 2019

LONTAR BABAD DALEM


BABAD DALEM

  I.            Nama Lontar                       :    Babad Dalem
II.            Ukuran Lontar                     :    Panj.       : 45 cm             Leb      : 3,5 cm
III.            Jumlah Lembaran                 :    129 Lembar
IV.            Aksara/Tulisan Lontar          :    Aksara Bali
V.            Nama Pengarang                  :    -                                      Tahun   : -
VI.            Nama Penulis/penyalin          :    Sang Apangkusan            Tahun   : 1909
                                                Wayahan Gtas
VII.            Asal Sumber Lontar             :    a.  Nama Rumah              : Griya Pidhadha
                                                b.  Nama Banjar              : -
                                                c.  Nama Desa                 : -
                                                d.  Nama Kecamatan       : -
                                                e.  Nama Kabupaten        : Klungkung
VIII.            Isi Pokoknya                        :    Dimulai dengan kalimat Awighnamastu.
Pangaksama ni ngulun ri padha Bhatara Hyang Mami, sang ginlar ring sarining Ong Karatma mantram.
Asal-usul Dalem turun ke Bali sampai pada silsilah Dalem dalam memegang roda pemerintahan di Bali.
Berakhir dengan kalimat Pakriyaning wang wimudha alpa sastra. Om Dhirghgyastu swaha.



ISI RINGKAS DARIPADA LONTAR BABAD DALEM

               Tersebutlah pada jaman dahulu penjelmaan seseorang yang sangat sakti, berwujud buas dengan segala sifat keangkuhannya. Berkat kesombongannya ini, akhirnya berhasil dihancurkan dengan senjata bajra oleh Hyang Indra.
               Kemudian Tuhan mentakdirkan untuk menjelma kembali. Mereka lahir laki perempuan, dibungkus dalam seludang kelapa, dipotong dengan pedang, disucikan dengan upacara dan bersemayam di lereng gunung Tolangkir. Beliau dihormati dan dinobatkan menjadi raja di Bali, bergelar Sri Aji Masula Masuli. Baginda dikawinkan dengan adiknya. Kemudian lahir orang sangat sakti, Topulung namanya, bergelar Sri Gaja Wahana karena tabiatnya sangat Hairawana.
               Diceritakan tentang jatuhnya kerajaan Bedahulu dengan Patih Kebo Iwo dan Pasang Grigis di bawah kekuasaan Majapahit, atas taktik dan siasat licin Patih Gajah Mada, Pulau Bali menjadi sunyi sepi tiada pemimpinnya.
               Diungkapkan secara sekilas, bahwa Danghyang Bajrasatwa berputrakan Danghyang Tanuhun. Danghyang Tanuhun berputrakan Danghyang Empu Baradah, yang sangat sakti untuk mensucikan bagaikan pengobatan Tri Buana, dan berhasil menaklukan Rangdeng Jirah. Danghyang Empu Baradah berputrakan Bahula berkat keutamaan yoganya, yang kemudian dikawinkan dengan Nyi Dyah Ratna Manggali (putri Rangdeng Jirah). Dari perkawinan ini lahir seorang putra yang tak tertirukan keahliannya dalam ilmu kependetaan, sehingga diberi nama Danghyang Empu Tantular. Baginda bergelar juga Danghyang Angsokanata. Danghyang Angsokanata berputrakan empat orang, yang semuanya laki-laki. Berturut-turut bernama Danghyang Panawasikan, Danghyang Sidimantra, Danghyang Asmaranatha, dan yang terbungsu bernama Danghyang Kepakisan. Keempat putra Baginda sama-sama sakti dan pandai.
               Diceritakan perihal Danghyang Kepakisan yang berhasil dalam segala hal mempunyai seorang putra bernama Kresna Wang Bang Kepakisan, dari seorang permaisauri yang diperoleh di Udayana Watu. Putra Baginda ini telah diupacarai seperti seorang ksatria utama, karena akan dinobatkan sebagai raja di Bali berkat permohonan patih Gajah Mada.
               Sri Kresna Wang Bang Kepakisan telah disaksikan sendiri kecerdasannya oleh Gajah Mada, kemudian diajak bersama-sama menghadap Maharaja Kalagemet (raja Majapahit).
               Diceritakan Sri Kresna Wang Bang Kepakisan diajak di kerajaan Majapahit. Pada suatu ketika Baginda bercengkrama di taman bunga dan akhirnya menikah dengan seorang putri jelita. Lahirlah tiga putra dan seorang putri.
               Dijelaskan Patih Hulung (dari Bali) meruntut janji Gajah Mada tentang seorang pemimpin di Bali. Kemudian dilantiklah keempat putra putri Sri Kresna Wang Bang Kepakisan, yang tersulung dijadikan Adipati Blambangan, yang kedua di Pasuruhan, yang ketiga (putri) dijadikan ratu di Sumbawa, dan yang terbungsu sebagai Adipati di pulau Bali.
               Selanjutnya dikisahkan Adipati yang memerintah di Bali bergelar Dalem Ketut Kresna Kepakisan, yang berkedudukan di Samprangan. Dalam pemerintahan Baginda di Bali, ternyata Bali tidak aman. Banyak pemberontakan-pemberontakan timbul di desa-desa. Hampir-hampir Dalem kembali ke Jawa. Akhirnya Dalem mengutus beberapa patih ke Majapahit untuk mempermaklumkan tentang keadaan Baginda di Bali. Setiba utusan tersebut di Majapahit, diberi keris dan busana kebesaran oleh Gajah Mada untuk dihanturkan kepada Dalem sebagai tanda untuk menundukkan musuh. Setelah Dalem mengenakan busana dan keris yang dihadiahkan Gajah Mada tersebut, semua musuh merasa kalah dan tunduk.
               Sudah saatnya Dalem Ketut Kresna Kepakisan telah berpulang ke Alam Baka. Meninggalkan beberapa orang putra. Tiga orang lahir dari Gusti Ayu Tirtha, yang tertua bernama Ida I Dewa Samprangan (sangat gemar bersolek), yang kedua Ida I Dewa Taruk, yang gemar melaksanakan darma seorang pendeta, dan tidak tertarik menjadi raja. Yang terbungsu Ida I Dewa Ketut, suka berjudi keliling. Dari Gusti Ayu Kutawaringin lahir seorang putra bernama Ida I Dewa Tegal Besung.
               Dalam pemerintahan Dalem Samprangan, seluruh rakyat merasa kecewa karena sulitnya untuk menghadap Dalem. Dalem selalu bersolek, sehingga lupa akan tugas-tugas Baginda pemegang roda pemerintahan.
               Mengingat Ida I Dewa Tegal Besung belum dewasa, maka Kyayi Klapodyana mencari jejak Ida I Dewa Ketut ke tempat-tempat perjudian. Tidak lama ditemukanlah di Desa Pandak sedang menghadapi meja judi. Kyayi Klapodyana menjelaskan maksud kedatangannya. Ida I Dewa Ketut mengabulkan.
               Setelah Ida I Dewa Ketut memgang tampuk pemerintahan, kerajaan pun pindah ke Gelgel dengan nama Keraton Sweca Linggarsa Pura. Baginda bergelar Dalem Ketut Smara Kepakisan.
               Diceritakan pula tentang perjalanannya ke Majapahit menghadiri undangan para patih dan rakyat. Setelah Dalem Ketut Kepakisan wafat digantikan oleh Sri Waturenggong. Negeri tetap aman sentausa. Para mentri yang telah tua digantikan oleh putra-putranya. Hidup seorang pengarang kenamaan sebagai pendamping Baginda bernama Kyayi Dauh Baleagung. Diselipkan pula tentang kehadiran Danghyang Nirartha di Bali.
               Tiba saatnya Baginda pulang kea lam baka, dengan meninggalkan dua orang putra, yang sulung bernama Ida I Dewa Pamayun, adiknya bernama Ida I Dewa Dimade atau Ida I Dewa Anom Sagening. Mereka diasuh oleh kelima putra pamannya Ida I Dewa Tegal Besung, yakni : Ida I Dewa Gedong Arta, Ida I Dewa Anggungan, I Dewa Nusa, I Dewa Bangli, dan I Dewa Pagedangan. Namun yang menggantikan sebagai raja adalah Ida I Dewa Pamayun dengan patih Agung Kriyan Batan Jeruk. Kriyan Batan Jeruk ingin menggulingkan raja, namun cepat dapat dihancurkan oleh Kriyan Manginte, sehingga langsung diangkat sebagai patih dan kerajaan menjadi aman.
               Kemudian muncul lagi huru hara, karena istri raja I Dewa Pamayun (Sri Aji Bekung) yang bernama Ni Gusti Samantiga tersangka main serong dengan Ki Telabah, lantaran cincin.
               Entah berapa lama raja menyuruh membunuh Ki Telabah bertahta, negara selalu kacau balau, hingga tampak kelemahanyya. Para pejabat pun segera berunding dan mengangkat Ida I Dewa Anom Sagening sebagai raja. Sedangkan Dalem Pamayun Bekung pindah istana berkedudukan di Kapal.
               Ketika Sri Anom Sagening menjadi raja, tampak menyala-nyala kewibawaannya. Baginda adalah seorang pemberani, berakal cerdas, dan negara menjadi makmur. Tetapi Baginda banyak istri dan putra putrinya. Yang tertua Ida I Dewa Anom Pamayun, adiknya Ida I Dewa Dimade, dan Ida I Dewa Rani Gowang, yang beribu Ki Gusti Ayu Pacekan. Ida I Dewa Anom Pamayun menikah dengan Sri Dewi Pamayun (saudara sepupunya) sehingga lahir Ida I Dewa Anom Pamayun (seperti nama ayahnya) dan Ida I Dewa Anom Pamayun Dimade.
               Setelah Sri Aji Sagening wafat, digantikan oleh putranya tersulung yang bernama Dalem Anom Pamayun. Dalam pemerintahan Baginda tampak pertikaian-pertikaian yang dipelopori oleh Kriyan Maruti dan bermaksud untuk mengangkat Ida I Dewa Dimade sebagi raja. Ida I Dewa Dimade tidak tahu bahwa ini adalah taktik musuh. Akhirnya Dalem Anom Pamayun demi terciptanya keamanan, maka raja berangkat ke pesanggrahan Raja Dalem Bekung dahulu di desa Purasi, diiringi oleh para menteri dan pejabat pemerintahan.
               Roda pemerintahan dipegang oleh Dalem Dimade (Ida I Dewa Dimade) dengan patih Kriyan Agung Maruti. Dalem Dimade berputrakan Ida I Dewa Pamayun, adiknya Ida I Dewa Agung Jambe.
               Di Sidemen, Dalem Anom Pamayun diiringi oleh putranya Ida I Dewa Anom Pamayun Dimade yang telah menikah dengan I Gusti Ayu Sapuh Jagat berputrakan Ida I Dewa Agung Gede Ngurah Pamayun, adiknya Ida I Dewa Agung Ayu Gede Raka Pamayun, dihadap oleh Ki Patih Tohjiwa dan Ki Waniya seraya menyampaikan berita bahwa kerajaan Gelgel kacau balau karena ulah Kriyan Agung Maruti. Dan menghanturkan berita bahwa Dalem Dimade telah berada di Desa Guliang.
               Ida I Dewa Anom Pamayun Dimade menyiapkan pasukan tempur untuk merebut kekuasaan di Gelgel. Namun, berita sedih bahwa ayah Baginda pulang kea lam baka. Akhirnya dilaksanakanlah upacara palebon.
               Dikisahkan setelah lama berselang Ida I Dewa Anom Pamayun Dimade mengenang kehancuran kerajaan Gelgel dan nasib Dalem Dimade di Guliang. Segera berunding untuk merebut kerajaan Gelgel. Ida I Dewa Agung Pamayun putra tersulung Dalem Dimade di Guliang telah menuju dan menetap di Tampaksiring. Sedangkan adik Baginda Ida I Dewa Agung Jambe kembali ke Sidemen setelah ditinggalkan wafat oleh ayah Baginda. Sampai di Sidemen dijumpai kedua kemenakan Baginda yang didampingi oleh ibunya.
               Akhirnya Baginda bersama-sama menyusun kekuatan yang menyerang Kriyan Agung Maruti, dan dapat ditundukan yang semula lari ke Jimbaran, tetapi setelah diampuni diberikan tempat di desa Kramas.
               Selanjutnya Ida I Dewa Agung Jambe bertahta di Kraton Smarajaya (Jero Agung), sedangkan kemenakan Baginda Ida I Dewa Agung Ngurah mendirikan istana di Sidemen yang terkenal dengan nama Jero Gede. Kemudian disinggung sekilas tentang keturunan Baginda selanjutnya.

No comments:

Post a Comment

PENGESTAWAN PEMANGKU PEMULA - TUNTUNAN PEMANGKU RING SEJERONING NGEMARGIANG DEWA YAJNA LAN BUTHA YADNYA

PENGESTAWAN PEMANGKU PEMULA - TUNTUNAN PEMANGKU RING SEJERONING NGEMARGIANG DEWA YAJNA LAN BUTHA YADNYA (Caru Ayam Brumbun) ...