BABAD
DALEM
I.
Nama Lontar : Babad
Dalem
II.
Ukuran Lontar : Panj. : 45 cm Leb : 3,5 cm
III.
Jumlah Lembaran : 129 Lembar
IV.
Aksara/Tulisan Lontar : Aksara
Bali
V.
Nama Pengarang : - Tahun : -
VI.
Nama Penulis/penyalin : Sang
Apangkusan Tahun : 1909
Wayahan Gtas
VII.
Asal Sumber Lontar : a. Nama Rumah :
Griya Pidhadha
b. Nama Banjar :
-
c. Nama Desa :
-
d. Nama Kecamatan :
-
e. Nama Kabupaten :
Klungkung
VIII.
Isi Pokoknya : Dimulai
dengan kalimat Awighnamastu.
Pangaksama
ni ngulun ri padha Bhatara Hyang Mami, sang ginlar ring sarining Ong Karatma
mantram.
Asal-usul Dalem turun
ke Bali sampai pada silsilah Dalem dalam memegang roda pemerintahan di Bali.
Berakhir dengan kalimat
Pakriyaning wang wimudha alpa sastra. Om Dhirghgyastu swaha.
ISI RINGKAS DARIPADA LONTAR BABAD
DALEM
Tersebutlah
pada jaman dahulu penjelmaan seseorang yang sangat sakti, berwujud buas dengan segala
sifat keangkuhannya. Berkat kesombongannya ini, akhirnya berhasil dihancurkan
dengan senjata bajra oleh Hyang Indra.
Kemudian
Tuhan mentakdirkan untuk menjelma kembali. Mereka lahir laki perempuan,
dibungkus dalam seludang kelapa, dipotong dengan pedang, disucikan dengan upacara
dan bersemayam di lereng gunung Tolangkir. Beliau dihormati dan dinobatkan
menjadi raja di Bali, bergelar Sri Aji Masula Masuli. Baginda dikawinkan dengan
adiknya. Kemudian lahir orang sangat sakti, Topulung namanya, bergelar Sri Gaja
Wahana karena tabiatnya sangat Hairawana.
Diceritakan
tentang jatuhnya kerajaan Bedahulu dengan Patih Kebo Iwo dan Pasang Grigis di
bawah kekuasaan Majapahit, atas taktik dan siasat licin Patih Gajah Mada, Pulau
Bali menjadi sunyi sepi tiada pemimpinnya.
Diungkapkan
secara sekilas, bahwa Danghyang Bajrasatwa berputrakan Danghyang Tanuhun.
Danghyang Tanuhun berputrakan Danghyang Empu Baradah, yang sangat sakti untuk
mensucikan bagaikan pengobatan Tri Buana, dan berhasil menaklukan Rangdeng
Jirah. Danghyang Empu Baradah berputrakan Bahula berkat keutamaan yoganya, yang
kemudian dikawinkan dengan Nyi Dyah Ratna Manggali (putri Rangdeng Jirah). Dari
perkawinan ini lahir seorang putra yang tak tertirukan keahliannya dalam ilmu
kependetaan, sehingga diberi nama Danghyang Empu Tantular. Baginda bergelar
juga Danghyang Angsokanata. Danghyang Angsokanata berputrakan empat orang, yang
semuanya laki-laki. Berturut-turut bernama Danghyang Panawasikan, Danghyang
Sidimantra, Danghyang Asmaranatha, dan yang terbungsu bernama Danghyang
Kepakisan. Keempat putra Baginda sama-sama sakti dan pandai.
Diceritakan
perihal Danghyang Kepakisan yang berhasil dalam segala hal mempunyai seorang
putra bernama Kresna Wang Bang Kepakisan, dari seorang permaisauri yang
diperoleh di Udayana Watu. Putra Baginda ini telah diupacarai seperti seorang
ksatria utama, karena akan dinobatkan sebagai raja di Bali berkat permohonan
patih Gajah Mada.
Sri
Kresna Wang Bang Kepakisan telah disaksikan sendiri kecerdasannya oleh Gajah
Mada, kemudian diajak bersama-sama menghadap Maharaja Kalagemet (raja
Majapahit).
Diceritakan
Sri Kresna Wang Bang Kepakisan diajak di kerajaan Majapahit. Pada suatu ketika
Baginda bercengkrama di taman bunga dan akhirnya menikah dengan seorang putri
jelita. Lahirlah tiga putra dan seorang putri.
Dijelaskan
Patih Hulung (dari Bali) meruntut janji Gajah Mada tentang seorang pemimpin di
Bali. Kemudian dilantiklah keempat putra putri Sri Kresna Wang Bang Kepakisan,
yang tersulung dijadikan Adipati Blambangan, yang kedua di Pasuruhan, yang
ketiga (putri) dijadikan ratu di Sumbawa, dan yang terbungsu sebagai Adipati di
pulau Bali.
Selanjutnya
dikisahkan Adipati yang memerintah di Bali bergelar Dalem Ketut Kresna Kepakisan,
yang berkedudukan di Samprangan. Dalam pemerintahan Baginda di Bali, ternyata
Bali tidak aman. Banyak pemberontakan-pemberontakan timbul di desa-desa.
Hampir-hampir Dalem kembali ke Jawa. Akhirnya Dalem mengutus beberapa patih ke
Majapahit untuk mempermaklumkan tentang keadaan Baginda di Bali. Setiba utusan
tersebut di Majapahit, diberi keris dan busana kebesaran oleh Gajah Mada untuk
dihanturkan kepada Dalem sebagai tanda untuk menundukkan musuh. Setelah Dalem
mengenakan busana dan keris yang dihadiahkan Gajah Mada tersebut, semua musuh
merasa kalah dan tunduk.
Sudah
saatnya Dalem Ketut Kresna Kepakisan telah berpulang ke Alam Baka. Meninggalkan
beberapa orang putra. Tiga orang lahir dari Gusti Ayu Tirtha, yang tertua
bernama Ida I Dewa Samprangan (sangat gemar bersolek), yang kedua Ida I Dewa
Taruk, yang gemar melaksanakan darma seorang pendeta, dan tidak tertarik
menjadi raja. Yang terbungsu Ida I Dewa Ketut, suka berjudi keliling. Dari
Gusti Ayu Kutawaringin lahir seorang putra bernama Ida I Dewa Tegal Besung.
Dalam
pemerintahan Dalem Samprangan, seluruh rakyat merasa kecewa karena sulitnya
untuk menghadap Dalem. Dalem selalu bersolek, sehingga lupa akan tugas-tugas Baginda
pemegang roda pemerintahan.
Mengingat
Ida I Dewa Tegal Besung belum dewasa, maka Kyayi Klapodyana mencari jejak Ida I
Dewa Ketut ke tempat-tempat perjudian. Tidak lama ditemukanlah di Desa Pandak
sedang menghadapi meja judi. Kyayi Klapodyana menjelaskan maksud kedatangannya.
Ida I Dewa Ketut mengabulkan.
Setelah
Ida I Dewa Ketut memgang tampuk pemerintahan, kerajaan pun pindah ke Gelgel
dengan nama Keraton Sweca Linggarsa Pura. Baginda bergelar Dalem Ketut Smara
Kepakisan.
Diceritakan
pula tentang perjalanannya ke Majapahit menghadiri undangan para patih dan
rakyat. Setelah Dalem Ketut Kepakisan wafat digantikan oleh Sri Waturenggong.
Negeri tetap aman sentausa. Para mentri yang telah tua digantikan oleh
putra-putranya. Hidup seorang pengarang kenamaan sebagai pendamping Baginda
bernama Kyayi Dauh Baleagung. Diselipkan pula tentang kehadiran Danghyang
Nirartha di Bali.
Tiba
saatnya Baginda pulang kea lam baka, dengan meninggalkan dua orang putra, yang
sulung bernama Ida I Dewa Pamayun, adiknya bernama Ida I Dewa Dimade atau Ida I
Dewa Anom Sagening. Mereka diasuh oleh kelima putra pamannya Ida I Dewa Tegal
Besung, yakni : Ida I Dewa Gedong Arta, Ida I Dewa Anggungan, I Dewa Nusa, I
Dewa Bangli, dan I Dewa Pagedangan. Namun yang menggantikan sebagai raja adalah
Ida I Dewa Pamayun dengan patih Agung Kriyan Batan Jeruk. Kriyan Batan Jeruk
ingin menggulingkan raja, namun cepat dapat dihancurkan oleh Kriyan Manginte,
sehingga langsung diangkat sebagai patih dan kerajaan menjadi aman.
Kemudian
muncul lagi huru hara, karena istri raja I Dewa Pamayun (Sri Aji Bekung) yang
bernama Ni Gusti Samantiga tersangka main serong dengan Ki Telabah, lantaran
cincin.
Entah
berapa lama raja menyuruh membunuh Ki Telabah bertahta, negara selalu kacau
balau, hingga tampak kelemahanyya. Para pejabat pun segera berunding dan
mengangkat Ida I Dewa Anom Sagening sebagai raja. Sedangkan Dalem Pamayun
Bekung pindah istana berkedudukan di Kapal.
Ketika
Sri Anom Sagening menjadi raja, tampak menyala-nyala kewibawaannya. Baginda
adalah seorang pemberani, berakal cerdas, dan negara menjadi makmur. Tetapi
Baginda banyak istri dan putra putrinya. Yang tertua Ida I Dewa Anom Pamayun,
adiknya Ida I Dewa Dimade, dan Ida I Dewa Rani Gowang, yang beribu Ki Gusti Ayu
Pacekan. Ida I Dewa Anom Pamayun menikah dengan Sri Dewi Pamayun (saudara
sepupunya) sehingga lahir Ida I Dewa Anom Pamayun (seperti nama ayahnya) dan
Ida I Dewa Anom Pamayun Dimade.
Setelah
Sri Aji Sagening wafat, digantikan oleh putranya tersulung yang bernama Dalem
Anom Pamayun. Dalam pemerintahan Baginda tampak pertikaian-pertikaian yang
dipelopori oleh Kriyan Maruti dan bermaksud untuk mengangkat Ida I Dewa Dimade
sebagi raja. Ida I Dewa Dimade tidak tahu bahwa ini adalah taktik musuh.
Akhirnya Dalem Anom Pamayun demi terciptanya keamanan, maka raja berangkat ke
pesanggrahan Raja Dalem Bekung dahulu di desa Purasi, diiringi oleh para
menteri dan pejabat pemerintahan.
Roda
pemerintahan dipegang oleh Dalem Dimade (Ida I Dewa Dimade) dengan patih Kriyan
Agung Maruti. Dalem Dimade berputrakan Ida I Dewa Pamayun, adiknya Ida I Dewa
Agung Jambe.
Di
Sidemen, Dalem Anom Pamayun diiringi oleh putranya Ida I Dewa Anom Pamayun
Dimade yang telah menikah dengan I Gusti Ayu Sapuh Jagat berputrakan Ida I Dewa
Agung Gede Ngurah Pamayun, adiknya Ida I Dewa Agung Ayu Gede Raka Pamayun,
dihadap oleh Ki Patih Tohjiwa dan Ki Waniya seraya menyampaikan berita bahwa
kerajaan Gelgel kacau balau karena ulah Kriyan Agung Maruti. Dan menghanturkan
berita bahwa Dalem Dimade telah berada di Desa Guliang.
Ida
I Dewa Anom Pamayun Dimade menyiapkan pasukan tempur untuk merebut kekuasaan di
Gelgel. Namun, berita sedih bahwa ayah Baginda pulang kea lam baka. Akhirnya
dilaksanakanlah upacara palebon.
Dikisahkan
setelah lama berselang Ida I Dewa Anom Pamayun Dimade mengenang kehancuran
kerajaan Gelgel dan nasib Dalem Dimade di Guliang. Segera berunding untuk
merebut kerajaan Gelgel. Ida I Dewa Agung Pamayun putra tersulung Dalem Dimade
di Guliang telah menuju dan menetap di Tampaksiring. Sedangkan adik Baginda Ida
I Dewa Agung Jambe kembali ke Sidemen setelah ditinggalkan wafat oleh ayah
Baginda. Sampai di Sidemen dijumpai kedua kemenakan Baginda yang didampingi
oleh ibunya.
Akhirnya
Baginda bersama-sama menyusun kekuatan yang menyerang Kriyan Agung Maruti, dan
dapat ditundukan yang semula lari ke Jimbaran, tetapi setelah diampuni
diberikan tempat di desa Kramas.
Selanjutnya
Ida I Dewa Agung Jambe bertahta di Kraton Smarajaya (Jero Agung), sedangkan
kemenakan Baginda Ida I Dewa Agung Ngurah mendirikan istana di Sidemen yang
terkenal dengan nama Jero Gede. Kemudian disinggung sekilas tentang keturunan Baginda
selanjutnya.
No comments:
Post a Comment